Jumat, 20 Mei 2011

CARA MEMRAKIT, MENGGUNAKAN DAN DAMPAK PENGGUNAAN BOM IKAN DI KAB. BUTON oleh SUDIAR

A. Teknik Pembuatan dan Pelaksanaan Bahan Peledak yang Digunakan untuk Menangkap Ikan
Pada dasarnya teknik merakit bom sangat sederhana dan tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan yang spesifik sehingga pada beberapa tahun yang lalu, masyarakat sangat antusias melakukan pembuatan bahan peledak bom. Dengan berkembangnya teknologi, maka teknik perakitan mengalami perkembangan atau modifikasi.
Hasil modifikasi alat tangkap bom ini mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Awalnya masyarakat menggunakan wadah buah kelapa. Setelah menggunakan wadah buah kelapa, lalu berubah menggunakan wadah botol bekas minuman ringan, antara lain botol minuman kratingdaeng. Modifikasi inidilakukan karena proses pekerjaan dengan menggunakan wadah buah kelapa sangat lama dan rumit, dimana batok kelapa tersebut harus dalam keadaan kering dan isi dalam kelapa harus benar-benar habis dikerok dan dikelurkan. Menurut masyarakat pekerjaan ini dapat mencapai 3-4 hari sampai wadah buah kelapa ini benar-benar siap untuk digunakan sebagai bom.
Proses perakitan dari kelapa dan botol bekas minuman ringan ini tidak mengalami banyak perubahan. Hanya saja pada alat ini dibutuhkan sedikit pemberat dimana untuk mencapai sasaran tangkapan maka wadah ini harus tenggeram, maka diharapkan dalam wadah ini ditambahkan sedikit pasir. Tapi perkembangan demi perkembangan wadah pemberat ini mengalami perubahan pula dari pasir menjadi garam. Perbedaan fungsi kedua bahan tersebut yakni pada bahan pasir hanya berfungsi sebagai pemberat saja sedangkan bahan dengan menggunakan garam memiliki multi fungsi di samping sebagai pemberat juga berfungsi sebagai penambah ledakan.
Maraknya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum mengakibatkan ketersediaan stok pupuk semakin berkurang. Hal tersebut membuat para pelaku mengasah otak. Supaya mereka tetap melakukan pengeboman dalam keadaan bahan baku yang terbatas maka pemanfaatan pupuk pun mengalami modifikasi. Kalau sebelumnya pupuk yang mereka manfaatkan sebagai bahan bom berasal dari luar negeri, maka karena keterbatasan pupuk dari luar negeri ini, masyarakat memanfaatkan produk dalam negeri dengan membeli pupuk urea yang marak diperjualbelikan di pasaran dalam negeri. Jenis pupuk ini sebelum dimanfaatkan terlebih dahulu mengalami modifikasi yakni masyarakat melakukan aktifitas penggorengan untuk mendapatkan pupuk yang daya ledak hampir sama dengan pupuk yang dari luar negeri. Menurut sumber jika tidak digoreng, maka pupuk tersebut tidak mengakibatkan daya ledak yang tinggi.
Patroli penegakan hukum yang marak dilakukan oleh aparat penegak hukum mengakibatkan masyarakat pelaku pengeboman main kucing-kucingan dengan patroli penegakan hokum. Masyarakat kalau melakukan pengeboman memilih waktu pada siang bolong dan sore hari pada saat matahari terbenam. Di samping itu, masyarakat pengebom melakukan modifikasi bom dengan melakukan peredam suara. Hal ini dilakukan dimana alat bom yang telah dirakit dimasukan kedalam buah papaya sehingga bunyi ledakan tidak terdengar.
Nelayan Kecamatan Batauga yang melakukan pengeboman dikoordinir oleh juragan dengan daerah operasi di tempat yang jauh dari pulau-pulau yang di huni penduduk misalnya pulau Liwutongkidi, Siompu, dan Kadatua. Pengeboman biasanya dilakukan di perairan terumbu karang dengan kedalaman tidak lebih dari 15 meter. Pengeboman tidak bisa dilakukan di perairan terumbu karang dengan kemiringan lereng terumbu yang curam atau tegak lurus atau tempat yang dalam. Ikan yang terkena ledakan bom di wilayah seperti ini sebagian besar akan tenggelam, sehingga tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sesuai dengan perkembangan sekarang mereka dapat melakukan pengeboman di tempat lebih dalam, yaitu dengan memanfaatkan kompresor (pengisi angin ban mobil) untuk mengumpulkan ikan yang tenggelam di kedalaman antara 15-20 meter. Pada salah satu ujung selang kompresor dilengkapi dengan penghisap udara (mouth piece). Alat ini di kalangan nelayan lebih populer dengan nama “hokkah”.
Pengeboman dapat dilakukan pada dasar peraiaran yaitu dengan mengatur panjang pendeknya sumbu sedemikian rupa sehingga bom meledak ketika sampai di dasar. Peledakan juga sering dilakukan di permukaan atau di tengah kolom air yang populer disebut di kalangan nelayan pengeboman setengah air, semuanya tergantung dari sasaran ikan yang diinginkan. Pengeboman dapat dilakukan satu kali atau berkali-kali di lokasi yang sama. Pengeboman biasanya dilakukan dengan menurunkan satu atau dua orang sebagai pengamat. Bila sasaran yang berupa gerombolan ikan telah nampak sama pengamat, maka pengamat segera keluar dari air dan juru bom segera melemparkan bom. Segera setelah bom meledak seluruh awak perahu turun untuk mengambil hasilnya. Karena kalau tidak segera diambil ikan yang terapung atau yang melayang akan terbawa arus dan tersebar kemana-mana. Sering ledakan pertama dibiarkan beberapa saat, ikannya tidak diambil. Ikan yang terluka yang berenang tidak teratur dan ikan yang terkena yang terluka. Pada saat ikan-ikan yang lebih besar berdatangan untuk memakan hasil-hasil dari ledakan pertama maka dilemparkan bom yang kedua sehingga hasil yang diperoleh jauh lebih banyak. Demikianlah pengeboman dapat dilakukan bom menarik perhatian ikan yang lebih besar untuk berkumpul dan makan ikan berulang-ulang tergantung dari sasaran yang diinginkan.
Para penangkap ikan yang menggunakan cara peledakan biasanya mencari ikan yang hidupnya bergerombol. Ikan-ikan karang yang berukuran besar seperti bibir tebal dan korapu yang biasa hidup di bawah terumbu karang menjadi sasaran utama. Ikan ekor kuning dan ikan kakaktua menjadi sasaran peledakan. Karena besarnya gelombang ledakan, terkadang ikan yang ada di tepi perairan terbuka pun sering menjadi sasaran.
Kegiatan pengeboman ikan merupakan penyebab terbesar bagi kerusakan ekosistem terumbu karang di Kecamatan Batauga khususnya dan Kabupaten Buton umumnya. Bahan peledak seberat 0,5 Kg yang diledakkan pada dasar terumbu karang dapat menyebabkan karang pada radius tiga meter ujung-ujung karang bercabang menjadi patah-patah. Sedangkan ikan pada radius 10 meter dari pusat ledakan langsung karena bagian tubuh pecah, pada radius 10 – 20 meter ikan akan hilang keseimbangan, berenang dengan cepat dan tidak terarah. Ikan yang terkena ledakan pada radius seperti ini akan mengapung kepermukaan, diperkirakan sebanyak 40 % sisanya tenggelam dan jatuh didasar perairan. Tidak semua ikan berada diantara sela-sela karang dapat diambil dan diperkirakan sisa yang tertinggal sekitar 20 % dan merupakan potensi yang terbuang percuma. Ikan yang berada agak jauh dari pusat ledakan, biasanya terlihat tanpa adanya kerusakan fisik tetapi jika dilihat secara seksama ikan tersebut terasa menjadi lebih lemas dan lentur karena hampir seluruh tulangnya menjadi remuk.
Harian kompas pernah menulis berita adanya aparat keamanan menangkap perahu nelayan di Makassar yang membawa pupuk ilegal dari negara tetangga sebanyak 6,1 ton. Jika setiap  0,5 Kg bom dapat menghancurkan 3-5 meter bujursangkar area karang maka dapat diperkirakan kekuatan penghancur pupuk ilegal tersebut yakni : 6,1x 1000 x 2 x 3 m2 = 36.000 m2 sampai 61.000 m2 luas karang yang akan mengalami kehancuran.
B. Penyebab Masyarakat Nelayan Menggunakan Bahan Peledak untuk Penangkap Ikan
Pada awal penggunaan bahan peledak, umumnya masyarakat menggunakan alat tangkap bom dengan bahan yang tradisional antara lain merakit bom dengan menggunkana buah kelapa sebagai wadah bom. Hal ini dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kecamatan Batauga dimulai pada pasca Perang Dunia II di mana bahan pupuk diperolah oleh masyarakat dari bekas bom Perang Dunia II. Menurut salah satu sumber (masyarakat pelaku pengebom) mereka diajari oleh aparat TNI. Tujuan dari mereka melakukan pengeboman ini adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Hipitan ekonomi yang dialami oleh nelayan membuat mereka melakukan aktifitas ini, di mana mereka sering dimodali oleh para juragan dan pemodal dan terkadang sebelum meraka melaut, mereka telah meminjam uang (utang) pada pemodal atau juragang. Meraka sering diperhadapkan dengan kondisi nyata bahwa pada nelayan modern melakukan aktifitas penangkapan hanya dengan menggunakan alat tangkap yang mereka miliki dan dalam waktu yang singkat meraka dapat menghasilkan tangkapan yang banyak. Dari dasar tersebut pula para nelayan tradisional ini berpikir apakah kita akan menjadi penonton di wilayah kita atau kita mau berbuat sesuatu agar hasil tangkapan ikan berjumlah besar. Peluang tersebutlah yang dikembangkan oleh para pemodal atau juragang mempengaruhi pola pikir nalayan.
Jika para nelayan ditanya, “mengapa mereka melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak?” Mereka menjawab bahwa potensi ikan kita di laut masih sangat banyak. Kalau kita melakukan pengeboman belum habis ikan yang ada di laut.
C. Potensi Bahan Baku Pembuat Bom Ikan di Kecamatan Batauga
Jalur perdagangan bahan peledak bom adalah sebagai berikut:
Bahan bom atau mesiu diperoleh nelayan dari pejabat juru sita oknum kejaksaan, para touke, juragan yang berperan sebagai penadah hasil. Pemasok memiliki jaringan khusus bagi nelayan yang dipercaya dalam memasarkan bahan bom atau mesiu/pupuk. Saat ini untuk mendapatkan pupuk di wilayah Kecamatan Batauga semakin sulit diperoleh dan harga menjadi mahal, oleh karena itu nelayan beralih menggunakan pupuk urea untuk menggunakan bahan pembuat bom ikan. Pupuk yang digunakan dan yang disiapkan oleh para oknum yang disebutkan diatas adalh pupuk yang di impor dari luar negeri. Akibat ketersediaan bahan tersebut telah berkurang dan boleh dikatakan habis maka nelayan menggunkan bahann pupuk dalam negeri dengan perlakukan tertentu sehingga dapat mencapai daya ledak yang sama dengan pupuk dari luar negeri.
D. Minat Masyarakat terhadap Cara Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Bahan Peledak
Mengapa pengeboman ikan menjadi populer di kalangan nelayan, walaupun sebenarnya kegiatan ini adalah melanggar hukum. Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan sangat praktis. Awak kapal yang dibutuhkan tidak sebanyak dibandingkan jika menangkap ikan secara tradisional yakni menggunakan jaring biasa. Bahan-Bahan yang diperlukan dalam melakukan suatu aktifitas pengeboman adalah pupuk, atau bekas bom/mesiu yang sudah tidak terpakai, detonator, kompresor dan balok-balok es ,sebagai pendingin menyimpan ikan. Sumber mengatakan bahwa dengan melakukan pengeboman maka waktu dan hasil yang didapat lebih besar disbanding kita melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan pancing dan jarring.
Upaya pengeboman ikan di Kecamatan Batauga dapat berkembang dengan cepat tanpa adanya protes dari nelayan lain. Oleh karena masyarakat nelayan umumnya belum menyadari bahwa pengeboman ikan dalam jangka panjang akan merugikan mereka. Mereka tidak paham bahwa karang adalah tempat hidup ikan yang jika dihancurkan justru ikannyapun akan menghilang. Disisi lain, secara sosial biasanya nelayan pengebom cukup dermawan, yaitu setelah mengambil ikan yang besar-besar pada saat pengeboman maka nelayan yang kebetulan berada dekat lokasi pengeboman dipersilakan untuk mengambil ikan yang tersisa. Begitu pula para juragan penadah hasil yang ada didarat tidak pernah lupa membagikan sebagian dari hasil pengeboman kepada nelayan tetangga dan masyarakat umum yang ada di desa/areal pendaratan ikan.
E. Upaya Rehabilitasi dan Pelestarian Terumbu Karang di Wilayah Kecamatan Batauga.
Terumbu karang memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan bahwa perikanan yang menjadi tulang punggung masyarakat pesisir terus tersedia. Ancaman terbesar terhadap keberadaan terumbu karang disebabkan oleh kegiatan manusia. Ada serangkaian upaya yang dapat kita lakukan dalam menyelamatkan terumbu karang di Kecamatan Batauga antara lain :
1. Daerah perlindungan laut (DPL).
Salah satu langkah yang harus dilakukan segera adalah membangun dan mengembangkan daerah perlindungan laut di Kecamatan Batauga misalnya DPL Desa Majapahit, DPL Desa Bola di mana bertempat pada wilayah terlarang bagi pengambilan/penangkapan ikan.
2. Penangkapan ikan ramah lingkungan
Penangkapan ikan yang tidak merusak lingkungan merupakan kunci keberhasilan bagi pengelolaan terumbu karang. Pengetahuan mengenai alat tangkap dan kegiatan perikanan yang ramah lingkungan terutama sangat diperlukan bagi masyarakat yang hidup dilingkungan terumbu karang.
3. Pengembangan mata pencaharian alternatif.
Sejalan dengan pengembangan daerah perlindungan laut , kita harus mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi para nelayan dan penangkap ikan. Yang sesuai dengan kondisi daerah Kecamatan Batauga adalah budidaya biota, diantaranya budidaya rumput laut, dan budidaya laut diantaranya budidaya ikan korapu, pembuatan garam. Semua hal tersebut termasuk dalam usaha kecil dan menengah (UKM) tentunya harus ada dukungan apakah dari bapak angkat, Bank, koperasi setempat tentang masalah permodalan dan bunga ringan.
4. Pengembangan peraturan mengenai pengelolaan terumbu karang.
Upaya-upaya pengelolaan terumbu karang seperti (Daerah Parlindungan Laut) DPL, pengembangan mata pencarian alternatif, serta penangkapan ramah lingkungan, sering kali tidak efektif tampa dasar hukum yang melandasi upaya-upaya tersebut. Dengan memiliki kesempatan bersama yang disyahkan secara formal menjadi dasar hukum, masyarakat akan lebih memilki kekuatan dalam mengelola terumbu karangnya.
5. Pendidikan
Pengetahuan yang lebih banyak tentang terumbu karang, kehidupan, manfaat, serta pengelolaannya, sangat diperlukan bagi semua pihak.bukan saja masyarakat pesisir tetapi juga pihak-pihak pengambil keputusan yang lain seperti pemerintah, pihak swasta, dan sebagainya. Banyak cara pendidikan dengan berbagai tingkatan dalam bentuk penyuluhan, pelatihan, diskusi, dan pengamatan baik secara formal maupun informal.
6. Pengembangan basis data dan informasi
Tampa data dan informasi yang baik dan benar, segala upaya pengelolaan terumbu karang yang dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat tidak akan membuahkan hasil yang maksimal. Data dan informasi yang diperlukan mencakup segala sesuatu yang terkait dengan terumbu karang, baik secara fisik, biologis, ekonomis, maupun sosial dan budaya.
Petunjuk Praktis Perakitan Bom Ikan
(1) Perakitan dengan Menggunakan Wadah Kaleng Kratingdaeng
(2) Perakitan dengan Menggunakan Wadah Buah Pepaya
(3) Perakitan dengan Menggunakan Wadah Buah Kelapa
Gambar Bom Ikan
Lampiran : Proses Perakitan Bom
Alat dan Bahan Hasil rakitan Bom dengan menggunakan peredam pepaya
Hasil rakitan Bom dengan menggunakan peredam Kelapa Hasil rakitan Bom dengan menggunakan wadah botol bekas kratingdaeng.
Dopis Tuba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar